Cikal
Oleh: Fathiyyatul Ummah

Aku lupa, kapan kita bertemu?Sudah pertemuan keberapa?Apa saja yang sudah kita lakukakan? Semua berjalan begitu saja.Kau nyaman dan akupun demikian. Ketahuilah, aku mencintaimu sejak ciuman pertama yang kita lakukan di bawah patahan hujan di taman kota. Dan hei, aku sungguh-sungguh masih mengingat hangatnya bibirmu.
Tidak ada yang tidak menyukaimu, Ray. Kukira, banyak yang akan dengan mudah jatuh hati padamu. Haruskah aku menyebut diriku sebagai yang beruntung memilikimu?Entahlah, mungkin demikian.
            Berapa kali kau cumbu aku dalam semalam?Dua?Tiga?Empat? Ah, tak terhitung banyaknya.
“Pulanglah!” kubisikkan itu berkali-kali ditelingamu.Tapi kauacuh.
“Istrimu pasti menunggu.Bukankah kau pernah bilang bahwa dia gampang khawatir dengan keberadaanmu?”
Aku membayangkan, bagaimana hancurnya perasaan Cikal jika mengetahui suaminya berada di sini.Bersamaku.Dengan takzim, tak mau seditikpun melepaskan bibirnya dari bibirku. Lalu, tertunduk lesu membayangkan apa saja yang telah terjadi beberapa bulan ini. Terlebih, soal pernikahannya dengan Cikal.
Aku tidak mengerti, mengapa Raya tidak nyaman berada di rumahnya?Cikal?Apa yang kurang dari wanita itu? dia tidak pernah mempermasalahkan perjalanan bisnis Raya yang tinggi. Tidak khawatir dengan kemungkinan Raya akan di kelilingi wanita-wanita cantik setiap berpergian ke luar negeri. Ia mempercayai Raya sepenuhnya.
“Aku ingin di sini saja” Ucap Raya setiap aku memintanya untuk pulang.


           
***
            Cikal sedang duduk di sofa ketika Raya membuka pintu tepat jam 01:30 malam. Tanpa berkata apa-apa Raya masuk ke kamar, Cikal mengikutinya dari belakang.Tubuh kokoh itu langsung membanting badannya di spring bed.Dengan sengaja, Raya tidak membersihkan bibir dan bajunya. Dia membiarkan Cikal mencium aroma lain di tubuhnya.Beruntung, Cikal tidak bertanya macam-macam. Dengan teramat sabar ia mengurusinya. Melepaskan sepatu, kaos kaki, baju, dan menggantikan dengan yang sekiranya nyaman Raya pakai tidur malam ini.
            Di balik tubuh Raya yang tengah mendengkur, mata sendu itu masih terjaga.Memandangi suaminya yang sudah tertidur pulas.Ia seka keringat yang berjatuhan di dahi Raya. Sejurus kemudian jari lentik itu menyeka air mata yang mulai jatuh. Taukah Raya bahwa wanitanya sedang menangis ketika ia tertidur? Semenjak pernikahan mereka, Cikal selalu menghitung hari.Menunggu Raya mempunyai waktu senggang dan mengajaknya berkunjung ke rumah Ibu. Tahu kah Raya, bahwa Cikal juga merindukannya yang beberapa hari sekali baru pulang ke rumah?.
***
“Perjodohan itu tidak bisa dihentikan.Ibu bersikeras agar aku meminangnya.”Kau meracau dengan wajah lelahmu.Menatapku seolah meminta pertolongan.
“Lalu aku harus apa. Ray?”
Kau berpaling dan ber-puh pelan.
“Manamungkin aku bisa mendampingimu.Aku ini bumerang untukmu.Penghancur hidupmu, sumber penyakit mematikan.Kau tak bisa begini selamanya. Kau punya kehidupan, keluarga, dan wanita yang akan segera menjadi masa depanmu. Dan itu bukan aku.”
“Tapi aku tidak mencintainya!?”Kau tergugu.Menangis.
“Apa kau dulu mencintaiku?Bukankah kau dulu datang karena perseteruan ibu dan ayahmu yang tak kunjung membaik?Kau bersandar padaku.Sekali, dua kali, hingga detik ini kau nyaman denganku.Bisakah kau lakukan itu juga pada Cikal?”Kau hanya menatapku gamang sembari kedua tanganmu mencoba menyentuhku.
“Ray, kau tidak bisa menilai semua hal menurut dari versimu.Aku tahu kau terpaksa untuk menikah dengan Cikal. Tapi,Ray. Itu bukan alasan untuk kau terus menemuiku.Pernahkah kau bertanya pada Cikal?Apakah Cikal mencintaimu?Bahagiakah dia menikah denganmu? Atau justru dia sama terpaksanya? Namun kau dan Cikal menghadapi dengan cara yang berbeda.Cikal memiliki tiga hal yang semua orang inginkan.Dia berharta sebab ia pewaris tunggal kekayaaan ayahnya, dia juga bertahta sebab berasal dari keluarga terhormat, dan sebagai wanita ia juga teramat cantik.”
            Matamu menatap keluar jendela kamar.Memperhatikan jalanan yang mulai lengang.Tersisa beberapa pasang pemuda pemudi yang menghabiskan malam.Maklum, ini malam minggu.
“Aku tahu Cikal wanita sempurna tapi bukan itu yang aku mau.Aku sedang tak ingin apapun.Aku hanya ingin kau,”tandasmu sambil merangkulku mesra.Bibir yang menggoda itu mulai mendekatiku.
“Kau boleh mendekatiku, Ray.Tapi dengan satu syarat”.
“Apa?”
“Kau harus mencintai Cikal”
Kau tersenyum khas lelaki bajingan.
“Kita bicarakan itu nanti.”
Malam ini sempurna kau menikmatiku. Mengulum bibirku dengan penuh kerinduan, memandangku dengan gelora nafsu yang membara, hangat bibirmu masih sama seperti dulu, Sedang aku hanya bisa berharap, Cikal tidak pernah tahu perihal ini.
                                                ***

Kau teramat bodoh.Masih saja mencumbuku sehari sebelum pernikahan, bahkan di lanjutkan hingga malam hari.Saat tidur di kamar pengantin pun kau masih berbau tubuhku. Tak peduli dengan Cikal yang menatapmu penuh tanda tanya.
“Ada apa?”
“Kau penyebabnya!?Kau wanita yang bahkan dalam bayanganku pun kau tak pernah hadir!?”Kau menatapnya tajam.
Sontak Cikal terdiam.Kristal bening berdesak-desakan di sudut matanya. Bibir merah nan ranum itu bergetar. Perlahan ia menggeleng. Raya?
“Katakanlah, Ray. Apa yang membuatmu sebegitu benci denganku? Saat seluruh keluargamu datang lalu kau memintaku pada ayah, dilanjutkan dengan kau mengucap akad dan membayar mahar atasku.Detik itu pula aku berjanji menjadi milikmu seutuhnya.Jiwa dan raga.Menjadi wanita yang jika kau pandang menyejukkan mata, yang mampu memadamkan seluruh gundah yang kau punya, menjadikan rumah ini surga bagimu, yang hadirku selalu kau rindu.
“Maafkan aku, Ray.Jika pada kenyataannya hadirku hanya merusak dirimu.”Cikal bersimpuh bagai simpuhnya seorang tawanan kepada Raja.Ray sempurna tidak peduli.
                                                                        ***

            Beberapa minggu setelah pernikahan, Ibu datang ke rumah saat hanya ada Cikal.Ia membawakan makanan kesukaan Raya lalu membantu cikal membersihkan taman belakang rumah.
“Bagaimana sikap Raya padamu, Cikal?”
Susah payah Cikal mengarang seluruh cerita dengan mata yang berbinar-binar meski itu bukan keahliannya.Padahal duduk bersama dengan Cikal saja Raya enggan.
Ibu mengenggam kedua tangan Cikal.Erat.
“Pada kedua tangan inilah nasib keluarga akan ditentukan.Pada kedua tangan inilah, Ibu titipkan anak dan cucu ibu kelak.Pada kedua tangan inilah, seluruh kebaikan berada.Ibu selalu mendoakan semoga tuhan selalu menyertaimu, Cikal.
“Ibu mengenal Ray.Sangat mengenal Ray.Ibu tahu bagaimana Ray.Itulah mengapa ibu melakukan perjodohan kau dan Ray.Sebab saat pertama kali bertemu denganmu ibu menemukan cahaya kebaikan dimatamu.
Ibu lantas memeluk Cikal.Dielus ubun-ubun menantunya. Sambil menghapus air mata yang terlanjur jatuh.
“Pernikahan itu tidak mudah, Cikal.Harus banyak kesabaran untuk mengarunginya.Harus ada penerimaan yang tulus, keikhlasan yang tidak mengenal batas.Agar pernikahan terus utuh.Mahligai rumah tangga laksana sebuah kapal. Kau yang memberi arah, kau yang menujukan jalan, kau yang memberikan kabar akan ada karang. Dan, Raya yang memutuskan untuk berjalan, berbelok arah, atau berhenti sejenak.Tetaplah disisi Raya meski ada badai.Tetaplah bersama Raya meski timang ombak.Ibu mencintaimu, Cikal.”
            Kecupan hangat mendarat di dahi Cikal.Ibu melepas pelukannya. Memandang Cikal dengan rasa keharuan.Memastikan bahwa Cikal baik-baik saja.
                                                                        ***
Bagi cikal, kau tetap lelaki yang setiap perkataanmu harus ia turuti, setiap laranganmu ia hindari. Kau ingat?Saat kau menyuruhnya berhenti untuk bekerja karena kau tak suka melihat istrimu keluar rumah tanpa seijinmu.Ia melakukan seluruh perintahmu.Kau bahkan tak menanyakan bagaimana perasaannya? Padahal ia sedang berada di puncak karirnya yang gemilang. Cita-citanya selama belasan tahun terakhir.Obsesinya.Menjadi redaktur di sebuah penerbit.Ia menurutimu. Begitu saja.Tanpa banyak bertanya.Dengan harapan hatimu sedikit terbuka untuknya.Bukan untuk kau cintai.Hanya berharap kau ridho dan menerimanya.Itu saja.
Kau justru semakin sering menemuiku.Menghabiskan uang gajimu untuk bersamaku.Membiarkan Cikal menunggumu hingga larut malam yang kau baru pulang ketika pagi tiba.
Aku ini penyakit untukmu.Berjuta kali aku katakan.Dan hari ini terbukti.Kau jatuh pingsan sewaktu pulang kerja.Cikal menjerit.Memanggil namamu.Sibuk menghubungi ambulance.Kau tau?Iamenyebut namamu dan nama Tuhan secara bergantian. Mendampingimu masuk UGD.Tidak tidur selama beberapa malam.Kata dokter, kau punya penyakit serius.Terjadi penyumbatan di saluran otak.
***
Duhai, Tuhan. Beruntung sekali Ray memiliki Cikal.Wanita yang rela mendampingi setiap detik.Menyeka setiap pagi tubuh Ray yang tak kunjung sadarkan diri.Hari berikutnya Cikal berpuasa untuk kesembuhan Ray.Mungkin dengan ini Tuhan bisa mengasihi Ray yang terbaring lemah.
Peralatan medis yang teramat banyak tak membuat Cikal putus asa. Berkali-kali ia meyakinkan diri bahwa Ray akan sadar dan kesehatannya membaik. Sangat bertolak belakang dengan yang dokter katakan.
Tuhan, Cikal percaya akan mujizatMu.Dan benar.Hari itu tiba.Ray membuka matanya.Menggengam tangan Cikal.Erat.Tersenyum dengan senyum yang paling tulus.
“Kata dokter, kau harus berhenti minum minuman berakohol kalau ingin sembuh” ucap Cikal sambil tersenyum.
Ya, dia benar.Kau harus segera meninggalkanku.Minuman alcohol yang kau nikmati hampir setiap malam.Tak perlu kau cumbu gelas-gelas berisikan anggur yang memabukan itu Bukankah sudah kuingatkan padamu, Ray?Aku ini penyakit mematikan. Namun kau tidak peduli.. Tidak semua permasalahan selesai dengan cara kau menegakku. Mulai sekarang, Ray.Belajar dan berjanjilah untuk mencintai Cikal. Bagi Cikal, cinta tidak hanya kata sifat tapi juga kata kerja dan tanggung jawab.
“Sebentar lagi kau jadi ayah, Ray.”Bisik Cikal pelan.
Bibir lelaki bertubuh kokoh itu kini berada di kening Cikal.Hangat.Seperti dulu.Bukan, bukan seperti dulu. Kali ini lebih tulus.


Komentar